Latest Updates

Iman - Amal Sholeh Harus Diusahakan (renungkan)

Iman Amal Itu harus diusahakan, Bagaimana keadaan imanmu hari ini?? Renungkan Dalil – Dalil didalam Alquran tentang Iman dan Amal Soleh (yang maknanya) :

“Barangsiapa yang mengerjakan amal soleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguh-nya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: An-Nahl: 97)

“Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS Al-‘Ashr 1-3)

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”(QS: Al-’Araaf: 96)

“Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS: Al-Baqarah: 62)

“Dan dimasukkanlah orang-orang yang beriman dan beramal saleh ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dengan seizin Tuhan mereka. Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah “salaam”"(QS: Ibrahim: 23)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan.”(QS: Yunus: 9)

“Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.“(QS: Al-Ankabut: 7)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal,“(QS: Al-Anfal: 2)

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS: An-Nur: 55)

“Dan barang siapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia),”(QS: Thaahaa: 75)

“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.” (QS: Al-Hajj: 38)

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS: Al-Baqarah: 257)

“dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Qur’an itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.“ (QS: Al-Hajj: 54)

“(yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mukmin). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata: “Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu?” Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata: “Bukankah kami turut memenangkanmu, dan membela kamu dari orang-orang mukmin?” Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.“(QS: An-Nisaa: 141)

“Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.” (QS: Al-Hajj: 77-78)

“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. “ (QS: Al-Baqarah: 62)

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perk.ataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah orangorang yang akan mewarisi, (ya’ni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya,” (QS. al-Mu’minun : 1-11)

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.” (QS. Ar-Ra’d: 28-29)

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barang siapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah : 256).

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat : 10).

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: “Kami telah tunduk”, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.” (Al-Hujurat : 14).

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. Katakanlah (kepada mereka): “Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar”.Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hujurat : 15-18).

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. “(Al-Bayyinah : 7).

“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. ” (QS Al-Bayyinah 8)

“Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, syuhadaa’, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. “(QS An-Nisaa’ 69)

“(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?” (QS Muhammad : 15)

masih banyak lagi dalil-dalil didalam Alquran dan Hadist tentang Iman dan Amal Soleh dan yang lebih penting lagi adalah Usaha atas Iman

Apakabarnya Iman Anda Hari Ini???

Pesan Mimpi Istriku (Awas hati-hati)

PESAN MIMPI ISTRIKU (waspadalah)

“Kanda… baru saja aku mimpi aneh…” Kata istriku yang tiba-tiba terbangun tengah malam.

“Mimpi apa?” tanyaku kemudian.

“Aku didatangi oleh seorang kyai. Tapi tak jelas bagaimana rupanya. Dia berpakaian putih-putih dengan sorban di lehernya. Dalam mimpiku dia mengatakan, kalau kamu ingin anakmu sehat, suruh suamimu puasa tujuh hari penuh. Kira-kira apa maksudnya ya Kanda?”

“Ah… mimpi itu kan bunganya tidur… Dinda mungkin yang belum baca doa sebelum tidur…” jawabku sekenanya.

Kemudian istriku melirik jam digital disebelah tempat tidur kami. Sudah menunjukkan pukul 2.45 dini hari. Biasanya kalau sudah terbangun, dia sangat sulit untuk tidur kembali. Kulanjutkan tidurku karena memang aku baru saja tidur dua jam. Entah setelah itu apa yang dilakukan istriku aku tak tahu karena kemudian aku tertidur pulas kembali.
***
Pernikahanku berjalan kira-kira hampir dua tahun dan istriku kini tengah hamil tujuh bulan. Kondisi yang amat sulit karena memang istriku masih kuliah, sementara aku tak ada pekerjaan tetap. Meskipun kami akan dikarunia anak, kemesraan dengan istriku tak pernah pudar. Dari awal menikah sampai sekarang kami selalu saling memanggil dengan sebutan ‘Kanda-Dinda’.
Memang dulu aku bertekad untuk menikah muda. Tanpa pacaran, hanya ta’aruf. Proses begitu cepat dan memang itu yang aku inginkan. Pacarannya setelah menikah. Mungkin karena sama-sama berjiwa muda, pernikahan kami penuh dengan dinamika. Kadang kami bertengkar hanya masalah sepele, tapi tak berlangsung lama. Sebentar saja sudah baikan kembali. Istriku orang yang sangat tidak betah untuk bertengkar sehingga kalau bertengkar kami segera berbaikan. Itu saran ibuku padanya, dulu ketika kami baru saja menikah.
Suatu ketika sakit mag istriku kambuh. Aku tahu penyebab kambuhnya istriku karena kami sama sekali tak punya uang. Jadi istriku hanya menahan lapar hingga magnya kambuh. Kami makan sehari satu kali saja. Dalam kondisi yang panik seperti ini, aku melakukan sholat hajat, memohon pada Allah, apa yang harus aku lakukan?

Tiba-tiba saja ada tetangga sebelah rumah datang memberi oleh-oleh karena baru saja rekreasi ke Bali bersama teman sekantornya. Tanpa basa-basi lagi aku curhat padanya tentang sakit istriku. Tetangga itu bilang disuruh minum air rebusan daun sirsak. Mungkin ini jawaban dari Allah. Segera aku mencari daun sirsak, merebusnya dan meminta istriku untuk segera meminumnya. Setelah meminum ramuan itu beberapa kali, alhamdulillah sakit maag istriku tak pernah kambuh lagi.

Aku harus memutar otak lebih keras bagaimana caranya untuk mendapatkan uang dalam waktu dekat menjelang kelahiran anakku yang pertama ini. Keahlianku hanya menulis. Beberapa cerpen yang kukirim ke media massa belum ada jawabannya. 2 Naskah novel yang kubuat belum satupun selesai aku tulis. Ingin sekali aku menjerit menerima keadaan ini, tapi aku tahan dengan menyumpal mulutku sendiri pakai kain sarung. Takut kalau dilihat istriku. Pasti dia akan menyelutuk, “Kanda ini… Kayak orang nggak punya Allah aja.”. Aku bangga padanya. Terus terang, istriku adalah muallaf. Dia masuk islam 3 bulan sebelum menikah denganku. Pengetahuan agamanya memang minim jika dibandingkan dengan aku. Sering aku mengingatkan agar shalat malam dan puasa sunnah. Jujur aja, aku merasa lebih baik dalam hal ini dibandingkan istriku.

Seperti juga malam sebelumnya, istriku bermimpi lagi. Mimpi yang sama dengan malam kemarin. Lelaki tua dengan menggunakan sorban dan berpesan agar aku menjalani puasa selama tujuh hari penuh. Tujuannya juga sama, untuk kesiapan calon jabang bayi kami yang akan lahir beberapa minggu lagi.
Aku hanya menggangguk-angguk saja ketika mendengar celoteh istriku tentang mimpinya. Dalam benakku berpikir, kalau memang pesan itu buatku, kenapa Allah tidak langsung memberikan mimpi itu padaku. Kenapa harus lewat istriku?
***
Aneh! Keesokan malamnya istriku bermimpi lagi. Mimpi yang sama persis. Laki-laki tua itu mengulang kembali perintahnya untukku.

“Kanda… Apa kanda nggak merasa aneh dengan mimpi yang dinda alami ini?” tanya istriku setelah menceritakan kembali mimpinya pagi itu.

“Aneh bagaimana maksud Dinda?”

“Kenapa sampai 3 kali aku bermimpi yang sama. Bukankah ini suatu hal yang aneh? Bahkan mimpi yang semalam itu seperti ada ancamannya. Pak kiai mengatakan, ‘Ini peringatan terakhir untuk suamimu agar calon anakmu yang ada dalam kandungan bisa selamat.’ Lebih baik kanda jalankan aja puasa tujuh hari itu. Apa salahnya sih?”

“Tidak!” jawabku sambil sedikit gemetar mendengar penuturan istriku. Sepertinya pesan ini agak serius. Kalau seandainya Allah main-main, kenapa sampai berkali-kali disampaikan pada istriku. Allah tak mungkin main-main.
Aku berfikir kembali. Apa salahnya puasa? Toh, puasa juga bisa menyehatkan? Setelah istriku mengatakan tentang mimpinya itu, seketika itu pula aku niatkan untuk berpuasa tujuh hari sesuai dengan permintaan. Aku takut, ini benar-benar perintah Allah dan akan terjadi sesuatu terhadap bayi pertamaku. Aku tak ingin hal hal buruk terjadi pada istri dan bayiku.
***
Alhamdullillah, tujuh hari sudah aku melewati puasaku dengan penuh. Tapi meskipun aku melakukannya, sebenarnya dalam hati aku kurang bisa menerima perintah itu. Bayangkan saja, dibandingkan dengan istriku yang muallaf, aku jauh lebih agamis, jauh lebih alim, jauh lebih banyak berzdikir dan beribadah. Tapi kenapa perintah itu melalui istriku? Bukan langsung kepadaku. Aku ingin sekali protes, tapi pada siapa?

Dalam kebingungan ini, aku ingin berbagi kisahku ini dengan sahabatku. Kukayuh sepeda onthel ku, satu-satunya alat transportasi yang kupunya, menuju ke rumah sahabatku dulu ketika kami sama-sama nyantri di pesantren. Kepadanya aku curhatkan perihal mimpi istriku.

“Apa kamu pernah menghina istrimu?” tanya sahabatku, Ical namanya.

“Ah… yang bener aja Cal… Tak mungkinlah aku lakukan itu.”

“Bukan menghina… mungkin kata-kataku kurang tepat. Ehhmm…. Mungkin lebih mengarah ke meremehkan atau melecehkannya. Entah mungkin kepribadiannya, atau mungkin ibadahnya…”

“Mungkin juga ya… Selama ini memang aku agak meremehkan istriku yang berhubungan dengan ibadahnya…” jelasku kemudian.

“Kenapa kamu lakukan itu?” tanya Ical lagi.

“Ia malas melaksanakan ibadah sunnah. Dia bukan dari pesantren dan dia memang muallaf.”

“Itulah salahmu!” Dengan tegas Ical menyalahkanku.

“Kok aku yang disalahin?” jawabku tak mau mengalah.

“Menilai seseorang tidak bisa hanya dinilai dari sekedar ibadah formalnya saja. Dan aku yakin, mimpi itu sebenarnya adalah teguran keras dari Allah buatmu.” Tandas Ical.

“Maksudmu? Aku sama sekali tak mengerti?”

“Teguran itu agar kamu tidak merasa sombong lagi dengan merasa sudah melakukan ibadah-ibadah yang sudah engkau lakukan. Bisa jadi istrimu lebih baik dibandingkan dengan kamu dihadapan Allah. Segera kau minta maaf padanya sebelum semuanya terlambat.”

“Terlambat? Apa maksudmu?” tanyaku semakin heran.

“Apa kamu yakin, setelah ini kamu masih hidup? Bagaimana kalau saat ini Allah mencabut nyawamu dan kamu belum sempat minta maaf. Bukan aku mau mengusirmu. Tapi, segera pulang dan minta maaf ke istrimu karena tuduhan-tuduhanmu itu.” Jelas Ical kemudian menutup perbincangan kami.

Saat itu aku merasa lemas, tertunduk malu, menyesal, ingin menangis, semua bercampur aduk jadi satu. Aku merasa bodoh, hina, sombong dan kotor. Tak terasa, air mataku meleleh mengingat akan semua yang terjadi. Rasanya air mata ini, jauh dari cukup untuk menghapus dosa kesombonganku.

Segera kukayuh sepedaku pulang ke rumah kontrakan. Kulihat istriku sedang membaca sebuah buku tentang kehamilan. Aku langsung mendekat padanya, mencium keningnya dan kemudian mengelus-elus perutnya yang kian membuncit.

“Apa yang anak kita lakukan didalam sini ya Dinda?” tanyaku sambil menempelkan telingaku pada perutnya.

“Bisa jadi dia sedang main bola didalam perutku. Lihat saja. Kakinya nendang- nendang…” jawab istriku sambil mengelus-elus rambutku.

Tiba-tiba aku teringat sahabatku Ical.

“Dinda… maafkan Kanda ya?”

Istriku memandangku dengan alisnya yang menumpuk ke tengah dahi.

“Emang Kanda salah apa sama Dinda? Kok minta maaf?”

“Ah… tak ada apa-apa. Kanda hanya merasa selama ini punya salah dengan Dinda.”

Aku tak berani lagi berbicara banyak dengannya. Tak kujelaskan tentang pembicaraanku dengan sahabatku. Entah, bagaimana hal ini mulai muncul? Istriku semakin hari ibadahnya semakin baik dibandingkan aku. Dalam kondisi hamil tua-pun dia sempatkan puasa senin-kamis. Sholat malam tak pernah bolong. Bahkan, selesai sholat, kuat sekali dia berdzikir.

Dan ketika saatnya tiba, anakku lahir dengan selamat. Betapa bahagianya aku. Dia lebih mirip istriku. Meskipun hidup kami pas pasan, istriku tak pernah mengeluh. Justru akulah yang kadang menggerutu sendiri. Ya Allah… belum cukupkah hukuman-Mu atas kesombonganku?
Ampuni hamba Ya Robb….

"Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa2 kalian namun Allah melihat hati dan amal-amal kalian"

Semoga Bermanfaat 
Salam Sukses Super Mulia

Bayar hutang dengan pesugihan Al-Fatehah???

Saya mau bertanya, Ustadz. Kami mempunyai banyak utang, mungkin hampir 100 juta, karena setiap kami mau usaha, kami berutang, tetapi usaha tidak ada yang jalan. Sekarang, suami tidak punya penghasilan tetap. Waktu saya buka internet, saya membaca ada pesugihan Al-Fatihah. Di situ dijelaskan: kalau beramal 1.000.000 maka akan mendapat sampai 500 juta, dalam tempo 3 hari. Di situ juga menggunakan ayat-ayat dan sumpah menggunakan nama Allah. Apakah dosa jika saya mempercayai dan melakukannya? Saya ingin sekali hidup tenang tanpa beban utang yang begitu menjerat. Mohon solusinya!
NN (**@***.com)

Jawaban:
Cerita yang Ibu sampaikan itu bukan solusi. Itu justru akan menjadi beban berat bagi kehidupan Ibu, dunia-akhirat. Buang jauh-jauh angan "punya uang banyak" yang sifatnya instan. Jika semua orang bisa melakukan hal semacam ini, pemerintah dan masyarakat tidak perlu susah payah mengentaskan kemiskinan rakyat Indonesia.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita sebuah doa, ketika kita terlilit utang,
اللهم اكفني بحلالك عن حرامك وأغنني بفضلك عمن سواك
(Allahummak fini bihalalika 'an haramika, waghnini bifadhlika 'amman siwaka).
Artinya, "Ya Allah, berilah aku kecukupan dengan rezeki yang halal, sehingga aku tidak memerlukan yang haram, dan berilah aku kekayaan dengan karuniamu, sehingga aku tidak memerlukan bantuan orang lain, selain diri-Mu."
Keutamaan doa tersebut:
Dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu, beliau mengatakan,

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajariku sebuah doa. Andaikan aku memiliki utang (emas) sebesar Gunung Tsabir, Allah pasti akan memudahkanku untuk melunasinya."
Kemudian, beliau membaca doa di atas. (HR. Turmudzi; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).

Takut Miskin Malah Akan Jadi Miskin???

Dalam kehidupan di zaman modern penuh fitnah dewasa ini, kita jumpai banyak sekali manusia yang hidup dipenuhi kegelisahan berkepanjangan. Dan salah satu kegelisahan tersebut bersumber dari kekhawatirannya akan jatuh miskin. Inilah fenomena nyata yang membuktikan betapa faham materialisme telah mendominasi mayoritas penduduk planet bumi. Kebanyakan orang saat ini jauh lebih takut akan kehilangan harta daripada kehilangan iman dan keyakinannya akan Allah Sang Pencipta jagat raya. Banyak orang telah menjadikan kesuksesan dalam kehidupan dunia sebagai tujuan utamanya. Padahal Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam memperingatkan kita bahwa jika dunia telah menjadi fokus perhatian utama, maka hidup seseorang bakal berantakan dan kemiskinan bakal menghantui dirinya terus-menerus.
“Barangsiapa yang menjadikan dunia ambisinya, niscaya Allah cerai-beraikan urusannya dan dijadikan kefakiran (kemiskinan) menghantui kedua matanya dan Allah tidak memberinya harta dunia kecuali apa yang telah ditetapkan untuknya.” (HR Ibnu Majah 4095)
Dan sebaliknya, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menegaskan bahwa hanya orang yang niat utamanya ialah kehidupan akhirat, maka hidupnya bakal berada dalam penataan yang rapih dan hidupnya akan dihiasi dengan kekayaan hakiki, yakni kekayaan hati. Bahkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam menjamin orang tersebut bakal memperoleh dunia dengan jalan dunia yang datang kepada dirnya secara tunduk bahkan hina, bukan sebaliknya, ia yang harus mengejar dunia dengan hina sehingga merendahkan martabat diri.
“Dan barangsiapa menjadikan akhirat keinginan (utamanya), niscaya Allah kumpulkan baginya urusan hidupnya dan dijadikan kekayaan di dalam hatinya dan didatangkan kepadanya dunia bagaimanapun keadaannya (dengan tunduk).” (HR Ibnu Majah 4095)
Apa yang dapat kita simpulkan dari hadits Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam di atas? Kesimpulannya ialah jika seorang hamba hidup dengan senantiasa sadar dan yakin bahwa Allah adalah Pemberi Rezeki sesungguhnya dan bahwa tugasnya sebagai orang beriman ialah terus-menerus mengokohkan keyakinan akan hidup yang sesungguhnya ialah di kampung akhirat nan kekal, bukan di negeri dunia nan fana ini, maka dengan sendirinya Allah-pun akan membalas keyakinannya yang mulia dan benar itu dengan balasan yang selayaknya sebagaimana Allah sendiri janjikan di dalam KitabNya:
”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An-Nahl ayat 97)
Barangsiapa ber’amal sholeh, maka Allah jamin kehidupannya bakal baik di dunia dan Allah bakal balas dengan yang jauh lebih baik dari ’amal sholehnya di akhirat kelak. Namun, saudaraku, itu semua dengan syarat yang sangat fundamental, yaitu ”dalam keadaan beriman.” Dan iman yang paling pokok ialah ber-tauhid. Termasuk di dalamnya ialah hanya bergantung kepada Allah Yang Maha Ahad (Esa), tidak bergantung kepada apapun atau siapapun selain Allah.
Oleh karenanya, Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam memberikan kabar gembira kepada setiap muwahhid (ahli tauhid). Bahwa hidup mereka bakal dijauhkan dari kemiskinan. Dan untuk memperoleh jaminan tersebut ternyata cukup dengan setiap kali pulang ke rumah membaca ayat pertama surah Al-Ikhlas sebelum masuk ke dalam rumah. Tentunya itu semua dilakukan bukan sekedar sebagai mantera berupa komat-kamit di bibir belaka. Namun ia mestilah diiringi dengan keyakinan penuh akan makna dari ucapan kalimat tersebut: “Qul huw-Allahu Ahad” (Katakanlah: Allah itu Maha Esa). Artinya, ucapkanlah sambil meyakini sedalam mungkin di dalam hati bahwa tidak ada tempat selain Allah untuk memohon dan mengharapkan datangnya rezeki berkah yang bakal mencukupi hidup kita plus hidup anak-istri plus biaya kita untuk beribadah, ber’amal, berda’wah dan berjihad di jalan Allah Ta’aala.
Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Barangsiapa membaca “Qul huw-Allahu Ahad” (surah Al-Iklash ayat pertama) ketika masuk ke dalam rumahnya, maka kefakiran (kemiskinan) bakal tertolak dari penghuni rumah tersebut dan kedua tetangganya.” (HR Thabrani)
”Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari sifat pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang dan kesewenang-wenangan manusia (penagih hutang/debt collector).” (sumber eramuslim)
- Pencinta Quran -

Apakah Jin juga punya akal??

Apakah Jin juga punya akal??
Assalamu’alaikum wr. wb.
Ustadz, menurut pengetahuan yang saya peroleh, jin itu ada yang muslim dan ada yang kafir. Apakah kafir atau muslim itu adalah pilihan jin sendiri? Kalau memang pilihan, apakah berarti jin juga diberi akal seperti manusia?
Terima kasih atas jawaban ustadz, wassalamu’alaikum wr. wb.
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Yusuf yang dimuliakan Allah SWT
وَأَنَّا مِنَّا الصَّالِحُونَ وَمِنَّا دُونَ ذَٰلِكَ ۖ كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا
Artinya : “Dan Sesungguhnya di antara kami ada (jin-jin) yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.” (QS. Al-Jin [72] : 11)
Artinya bahwa sebagian dari kalangan jin ada yang senantiasa berbuat kebaikan sementara sebagian lainnya tidaklah demikian, sepertihalnya manusia ada diantara mereka yang berbuat baik namun tidak sedikit dari mereka yang berbuat buruk, ada yang beriman kepada Allah namun ada pula yang kufur terhadapNya.
وَأَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَىٰ آمَنَّا بِهِ ۖ فَمَن يُؤْمِن بِرَبِّهِ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَلَا رَهَقًا
وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُونَ وَمِنَّا الْقَاسِطُونَ ۖ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُولَٰئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا
وَأَمَّا الْقَاسِطُونَ فَكَانُوا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا
Artinya : “Dan Sesungguhnya di antara kami ada (jin-jin) yang taat dan ada (pula) yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang yang taat, Maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, Maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahannam.” (QS. Al jin [72] : 13–15)
Didalam kitab “al Mausu’ah al Fiqhiyah” disebutkan bahwa para ulama telah bersepakat bahwa jin pun mukallaf (terkena beban-beban syariah) dan yang dikenakan perintah berdasarkan firman-Nya SWT :
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat [51] : 56)
قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِّنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا
يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ ۖ وَلَن نُّشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا
Artinya : “Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya: telah mendengarkan sekumpulan jin (akan Al Quran), lalu mereka berkata: Sesungguhnya Kami telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan, (yang) memberi petunjuk kapada jalan yang benar, lalu Kami beriman kepadanya. dan Kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorangpun dengan Tuhan Kami,” (QS. Al Jin [72] : 1–2)
فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
يُرْسَلُ عَلَيْكُمَا شُوَاظٌ مِّن نَّارٍ وَنُحَاسٌ فَلَا تَنتَصِرَانِ
Artinya : “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar Rahman [55] : 34–35)
Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan adanya taklif (beban-beban syariah) terhadap mereka bahwasanya mereka diperintahkan serta dilarang.
Ketika disebutkan cercaan dan laknat terhadap setan-setan serta perlindung dari tipu daya dan kejahatannya, disebutkan pula apa-apa yang disiapkan Allah SWT bagi mereka berupa adzab, dan ini tidaklah dikenakan kecuali kepada mereka yang melanggar perintah dan larangan, melakukan dosa-dosa besar, melampaui batas-batasnya disertai dengan adanya kesanggpuan baginya untuk tidak melakukan hal-hal itu atau kemampuan untuk melakukan selain perbuatan demikian.
Di bagian lain disebutkan pula pendapat jumhur ulama bahwa jin mendapatkan pahala atas ketaatannya dan siksa atas kemaksiatannya, berdasarkan firman-Nya :
وَأَنَّا لَمَّا سَمِعْنَا الْهُدَىٰ آمَنَّا بِهِ ۖ فَمَن يُؤْمِن بِرَبِّهِ فَلَا يَخَافُ بَخْسًا وَلَا رَهَقًا
وَأَنَّا مِنَّا الْمُسْلِمُونَ وَمِنَّا الْقَاسِطُونَ ۖ فَمَنْ أَسْلَمَ فَأُولَٰئِكَ تَحَرَّوْا رَشَدًا
وَأَمَّا الْقَاسِطُونَ فَكَانُوا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا
Artinya : “Dan Sesungguhnya di antara kami ada (jin-jin) yang taat dan ada (pula) yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang yang taat, Maka mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, Maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahannam.” (QS. Al jin [72] : 13–15)
وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِّمَّا عَمِلُوا ۖ وَلِيُوَفِّيَهُمْ أَعْمَالَهُمْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
Artinya : “Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Ahqaf [46] : 19)
لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
Artinya : “Mereka tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar Rahman [55] : 74)
Ibnu Hazm dan yang lainnya menceritakan dari Abu Hanifah berkata bahwa tidaklah ada pahala bagi mereka selain diselamatkannya dari neraka karena disebutkan didalam al Qur’an tentang mereka “Dia mengampuni dosa-dosa kalian” dan pengampunan tidaklah mengharuskan pahala karena ampunan adalah tabir.
Diriwayatkan dari Laits bin Abi Sulaim berkata, ”Pahala bagi jin adalah diselamatkan dari api neraka, lalu dikatakan kepada mereka,’Jadilah kalian tanah.” Diriwayatkan dari Abi Zannad berkata, ”Apabila para penghuni surga masuk surga dan para penghuni neraka masuk neraka. Allah berfirman, ”Bagi mereka yang beriman dari kalangan jin dan seluruh umat jadilah kalian tanah. Maka saat itulah orang-orang kafir berkata, ’Aduhai seandainya aku menjadi tanah (saja).”
Kemudian para ulama bersepakat bahwa jin-jin yang kafir kelak mendapatkan adzab di akherat, sebagaimana disebutkan Allah SWT didalam Al Qur’an
وَأَمَّا الْقَاسِطُونَ فَكَانُوا لِجَهَنَّمَ حَطَبًا
Artinya : “Adapun orang-orang yang menyimpang dari kebenaran, Maka mereka menjadi kayu api bagi neraka Jahannam.” (QS. Al Jin [72] : 15)
إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ
Artinya : “Dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (QS. Muhammad [47] : 12)
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa jin juga terkena beban-beban syariah dan kelak akan mendapatkan balasan dari ketaatannya atau siksa atas kemaksiatannya berarti mereka juga diberikan kemampuan (akal) untuk bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan, antara ketaatan dan kemaksiatan, antara perkara-perkara yang diperintahkan Allah dan dilarang-Nya karena atas dasar itulah seorang mukallaf mendapatkan ganjaran dari Allah SWT.
Wallahu A’lam
Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bagaimana Hukum Sholat Sunnah Setelah Jumat?

Bagaimana Hukum Sholat Sunnah Setelah Jumat?
Assalamualaikum wr wb
Ustad sigit yang dimuliakan allah swt, saya pernah membaca buku yang berjudul “Kesalahan seputar sholat jum’at” disana dikatakan bahwa nabi melakukakn sholat sunnah ba’diyah jumat adalah 4 rakaat, namun nabi mengerjakan 2 rakaat apabila dirumah. apakah hal tersebut  benar ? sekarang ini saya lihat kebanyakan masyarakat maupun ustad mengerjakan sholat ba’diyah jumat 2 rakaat di msjid.
mohon jawabannya ustad
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Raufan yang dimuliakan Allah swt
Menurut para ahli ilmu terdapat shalat sunnah setelah shalat jum’at akan tetapi tidak ada shalat tertentu sebelumnya.
Terdapat riwayat bahwa shalat sunnah setelah jum’at dilakukan dengan dua rakaat. Ada riwayat yang menyebutkan empat rakaat dan ada juga riwayat yang menyebutkan enam rakaat dari hadits-hadits dan atsar-atsar berikut :
Dari Ibnu Umar bahwa “Nabi saw melaksanakan shalat ba’diyah jum’at dengan dua rakaat di rumahnya.” (HR. Bukhori Muslim)
Didalam riwayat Muslim dari Ibnu Umar bahwa dia mensifati shalat sunnah Rasulullah saw. Ibnu Umar berkata bahwa beliau saw tidaklah shalat setelah jum’at hingga beliau pulang lalu melaksanakan shalat dua rakaat di rumahnya.”
Dari Abu Hurairoh berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Apabila seorang dari kalian melaksanakan shalat jum’at maka shalatlah setelahnya empat rakaat.” (HR. Muslim)
Dari Ibnu Umar bahwa apabila dia berada di Mekah dan melaksanakan shalat jum’at kemudian dia maju ke depan untuk shalat dua rakaat lalu dia maju ke depan untuk shalat empat rakaat. Sedangkan apabila dia di Madinah dan melaksanakan shalat jum’at lalu dia pulang ke rumah kemudian melaksanakan shalat dua rakaat dan (sebelumnya) dia tidaklah melaksanakan shalat di masjid. Dia pun ditanya tentang itu. Dia menjawab bahwa Rasulullah saw melakukan yang seperti ini.” (HR. Tirmidzi, al Iraquy mengatakan sanadnya shahih)
Ibnu Umar melakukan shalat sunah dua rakaat kemudian empat rakaat dan ada kemungkinan bahwa apa yang dilakukannya itu juga berasal dari perkataan Rasulullah saw tentangnya dan juga perbuatan Nabi saw. Diriwayatkan dari Ali bahwa Nabi saw bersabda,”Barangsiapa yang melaksanakan shalat setelah jum’at maka lakukanlah enam rakaat.” Diriwayatkan dari Abu Abdurrahman berkata,”Ibnu Mas’ud telah mengajarkan orang-orang agar melaksanakan shalat setelah jum’at dengan empat rakaat. Dan pada saat kedatangan Ali bin Abi Thalib maka beliau mengajarkan mereka untuk shalat enam rakaat.”
Kemudian ath Thahawi berkata,”Terdapat riwayat sebagaimana yang kami sebutkan bahwa shalat sunnah yang tidak seharusnya ditinggalkannya setelah jum’at adalah enam rakaat.” Ini adalah pendapat Abu Yusuf hanya saja dia mengatakan,”Yang paling aku sukai adalah mengawali dengan empat rakaat kemudian dua rakaat… “ (Syarh Ma’ani al Atsar 1/337)
Tentang kandungan dari hadits-hadits diatas para ahli ilmu mengatakan,”Tirmidzi menyebutkan setelah meriwayatkan hadits Ibnu umar bahwa Nabi saw melakukan shalat setelah juma’at dua rakaat. (dan sebagian ahli ilmu mengamalkan hal ini, demikian dikatakan oleh Syafi’i dan Ahmad) Sunan at Tirmidzi dengan Syarh “at Tuhfah” (3/46)
Hal itu juga dinukil dari Umar dan Imron bin Hushain serta an Nakh’i. Dan Tirmidzi setelah meriwayatkan hadits Abu Hurairoh bahwa Nabi saw bersabda,”Barangsiapa dari kalian yang melaksanakan shalat jum’at maka shalatlah empat rakaat.” Sebagian ahli ilmu mengamalkan ini. Kemudian Tirmidzi menyebutkan bahwa Abdullah bin Mas’ud melakukan shalat setelah jum’at dengan empat rakaat. Dia juga menyebutkan bahwa Ali melaksanakan shalat setelah jum’at dua rakaat kemudian empat rakaat. (at Tuhfah 3/47 – 49)
Dinukil dari Alqamah dan Abu Hanifah bahwa dia melaksanakan shalat (setelah jum’at) dengan empat rakaat. Sekelompok ahli ilmu lainnya berpendapat bahwa shalat setelah jum’at dengan dua rakaat kemudian empat rakaat. Hal ini diriwayatkan dari Ali dan Ibnu umar serta Abu Musa, ini juga pendapat Atho’, Thawus dan Abu Yusuf dari ulama Hanafi.
Diantara para ahli ilmu ada yang memberikan pilihan kepada orang yang shalat diantara tiga pilihan. Dia bisa melaksanakan shalat dengan dua rakaat atau empat rakat atau enam rakaat. Syeikh Ibnu Qudamah mengatakan dari Imam Ahmad bahwa dia mengatakan,”Jika dia ingin maka dia bisa shalat setelah jum’at dengan dua rakaat dan jika dia ingin maka dia bisa dengan empat rakaat dan didalam riwayat jika dia ingin maka dia bisa shalat dengan enam rakaat.” Ibnu Qudamah berargumentasi dengan perkataan,”..bahwa Nabi saw melakukan itu semua hal ini berdasarkan berita-berita yang telah diriwayatkan. Diriwayatkan dari Ibnu Umar,”Bahwa Rasulullah saw melaksanakan shalat setelah jum’at dengan dua rakaat,.” (Muttafaq Alaih dengn lafazh dari Muslim)
Nabi saw tidaklah melaksanakan shalat di masjid sehingga beliau beranjak pulang lalu melaksanakan dua rakaat di rumahnya.” Ini menunjukkan bahwa melakukan hal yang demikian adalah baik. Ahmad didalam sebuah riwayat Abdullah mengatakan,”Jika seseorang shalat dengan seorang imam kemudian dia tidak melaksanakan shalat sedikit pun hingga dia shalat ashar maka ini dibolehkan sebagaimana dilakukan oleh ‘Imron bin Hushain. Dan didalam riwayat Abu Daud,”Aku terperanjat dengan shalat—yaitu setelah jum’at.” (al Mughni 2/269 – 270).
Ishaq bin Rohuyah berkata bahwa jika seseorang shalat di masjid pada hari jum’at maka hendaklah empat rakaat dan jika dia shalat di rumahnya maka hendaklah dua rakaat. Tirmidzi menyebutkan di dalamnya “Sunan” nya dan al Iraqiy didalam kitab “Tharhu at Tatsriib” 3/83. Hal ini menjadi pilihan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Ibnu al Qayyim mengatakan : Syeikh kami Abu al Abbas ibnu Taimiyah mengatakan,”Jika shalat di masjid maka shalat lah empat rakaat dan jika shalat di rumahnya maka shalatlah dua rakaat.” Aku berkata,”Inilah yang ditunjukkan oleh hadits-hadits dan Abu Daud menyebutkan dari Ibnu Umar bahwa apabila dia shalat di masjid maka dia shalat empat rakaat dan jika shalat di rumahnya maka dia shalat dua rakaat.” (Zaad al Ma’ad 1/440)
Al Lajnah ad Daimah Li al Buhuts al Ilmiyah wa al Iftaa as Su’udiyah memilih pendapat diatas dan mengatakan bahwa dengan menggabungkan antara hadits yang menyebutkan disyariatkannnya empat rakaat juga hadits yang menyebutkan disyariatkannnya dua rakaat setelah jum’at maka shalat empat rakaat jika di masjid dan dua rakaat jika shalat di rumahnya. Ada juga penggabungan yang lain dari dua hadits itu yaitu bahwa sunat rawatib setelah jum’at minimal dua rakaat dan maksimal empat rakaat baik dilakukan di rumah atau pun di masjid.” (Ghayah al Murom-7/257)
Al Hafizh Ibnu Abdil Barr setelah menyebutkan berbagai riwayat tentang sunnah ba’diyah jum’at bahwa terjadi perselisihan dikalangan para ulama salaf didalam permasalahan ini yaitu suatu perbedaan yang diperbolehkan dan mengandung kebaikan bukan perbedaan yang dilarang dan diharamkan. Dan semua itu adalah baik, insya Allah.” Fath al Malik 3/254
Al Hafizh Abu Zur’ah al Iraqiy mengatakan : Ibnu Abdil Barr mengatakan : Abu Hanifah mengatakan bahwa Shalat setelah jum’at adalah empat rakaat. Pada bagian lain, dia mengatakan enam rakaat. Ats Tsauriy mengatakan,”Jika engkau shalat empat rakaat atau enam rakaat maka itu baik.”al Hasan bin Hayy berkata,”Shalat empat rakaat.” Ahmad bin Hambal mengatakan,”Yang paling aku sukai adalah shalat setelah jum’at dengan enam rakaat akan tetapi jika dia shalat dengan empat rakaat maka itu baik dan tidak mengapa.” Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa seluruh pendapat tersebut diriwayatkan dari para sahabat baik lewat perkataan maupun perbuatan. Dan tidak ada perselisihan diantara para ulama bahwa hal itu adalah pilihan.
Ibnu Batthal mengatakan : Sekelompok orang yang mengatakan,”Shalat setelah jum’at dua rakaat itu adalah riwayat dari Ibnu Umar, Imron bin Hushain dan an Nakh’i. Sekelompok orang lainnya mengatakan,”Shalat setelah jum’at dua rakaat lalu empat rakaat adalah riwayat dari Ali, Ibnu Umar dan Abu Musa, dan ini adalah pendapat ‘Atho’, ats Tsauriy dan Abu Yusuf namun Abu Yusuf lebih menyukai mendahulukan empat rakaat sebelum dua rakaat.” Sekelompok orang mengatakan,”Shalat empat rakaat (langsung) tidak dipisah dengan salam adalah diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Alqamah dan an Nakh’i, ini juga pendapat Abu Hanifah dan Ishaq.
Nawawi didalam “Syarh Muslim” mengatakan,”Perhatikan sabdanya,”Barangsiapa dari kalian melakukan shalat” adalah menunjukkan bahwa itu hanyalah sunnah bukan kewajiban. Penyebutan empat rakaat adalah karena kelebihannya sedangkan perbuatan Nabi saw yang dua rakaat pada beberapa waktu adalah sebagai penjelasan karena minimal shalat itu adalah dua rakaat.” Dia mengatakan sebagaimana telah diketahui bahwa Nabi saw melaksanakan shalat di kebanyakan waktu dengan empat rakaat karena beliau saw memerintahkan untuk itu dan menganjurkan hal itu dengan sabdanya,”Apabila seorang dari kalian melaksanakan shalat jum’at maka shalatlah setelahnya dengan empat rakaat.” Ini adalah anjuran kebaikan, antusias dengannya dan sebagai sebuah keutamaan…..
Adapun empat rakaat yang dilakukan setelah jum’at maka shalat itu dilakukan dengan satu kali salam, ini pendapat yang paling tepat menurut para ahli ilmu. As Saukani berkata,”Telah terjadi perselisihan tentang empat rakaat ; Apakah ia (empat rakaat) itu dilakukan secara langsung dengan satu salam di rakaat terakhirnya atau dipisah diantara dua rakaat dengan dua salam : Ahli ar Ro’yi, Ishaq bin Rohuyah memilih pendapat pertama, inilah yang tampak lahiriyah (zhahir) dari hadits Abu Hurairoh. Sedangkan Syafi’i dan jumhur memilih pendapat kedua, sebagaimana dikatakan al Iraqiy bahwa mereka beargumentasi dengan sabdanya,”Shalat di siang hari dua dua.” (HR. Abu Daud, Ibnu Hibban didalam shahihnya). Tampak lahiriyah (zhahir) adalah pendapat pertama karena menggunakan dalil yang khusus sedangkan kelompok kedua menggunakan dalil yang umum dan membangun yang umum diatas yang khusus adalah wajib.” (Nailul Author 3/319 – 320)
Diriwayatkan oleh Muhammad bin al Hasan didalam kitabnya “al Atsar” dari Ibrahim an Nakh’i berkata,”Empat rakaat setelah zhuhur dan empat rakaat setelah jum’at tidaklah dipisah diantara keduanya dengan salam.” (Al Atsar 1/280)
Ringkasnya : Seorang yang melaksanakan shalat setelah jum’at memiliki kelapangan dalam hal ini. Dia bisa melaksanakan shalatnya dengan dua rakaat, dia bisa melaksanakan empat rakaat dan jika dia melaksanakan shalat empat rakaat maka shalatlah dengan satu kali salam.” (Fatawa Yasaluunaka 6/62 – 66)
Wallahu A’lam
Ustadz Sigit Pranowo Lc

Menebus Dosa Pada Suami Yang telah Meninggal

Menebus Dosa Pada Suami Yang telah Meninggal
Assalamu’alikum wr. wb
Ustad sigit yang dirahmati Allah.
Saya seorang istri yang baru ditinggal oleh suami belum sampai 40 hari, masa pernikahan kami 35 tahun. saya merasa banyak dosa terhadap suami saya semasa hidupnya. karena saya merasa belum merawatnya dengan sempurna, belum sempat minta maaf disaat-saat terakhirnya, belum bisa menjadi istri yang baik bagi beliau.
Apa saya salah kalau saya selalu ingat kebaikan-kebaikan beliau semasa hidup, dan hal itu membuat saya semakin merasa bersalah, apakah hal ini tidak memberatkan beliau di alam kubur?
Apa yang dapat saya lakukan untuk menebus rasa bersalah ini, dan amalan apa yang dapat saya berikan untuk beliau, untuk menebus dosa saya terhadap beliau.
Syukron katsiron.
Wassalamu’alaikum wr, wb.
Ruswarni. Sumenep-Madura
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Ruswarni yang dimuliakan Allah swt
Semoga Allah swt memasukan suami anda kedalam orang-orang yang mendapatkan rahmat-Nya dan menempati surga-Nya serta memberikan kesabaran dan ketabahan kepada anda dan keluarga.
Semua yang terjadi dan berjalan di alam ini adalah atas kehendak dan ketetapan-Nya, tak seorang pun mampu menghalangi-Nya. Sementara manusia dituntut untuk mengimaninya sebagai tuntutan dari keimanannya kepada Allah swt. Keimanan yang tidak boleh sedikit pun goyah hanya karena sesuatu yang menimpanya adalah sebuah ketidakenakan. Karena seorang yang beriman akan senantiasa meyakini bahwa apa pun yang menimpanya baik berupa kesenangan atau kesusahan adalah baik baginya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Shuhaib ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Saya terkagum akan perkara seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh perkara orang mukmin itu adalah baik baginya, dan keadaan itu tidak ada pada seorang pun kecuali pada orang mukmin. Jika ia mendapatkan kemudahan, maka ia bersyukur, dan hal itu adalah kebaikan baginya. Dan jika ia tertimpa kesempitan, maka ia akan bersabar, dan hal itu juga merupakan kebaikan baginya.”
Termasuk apa yang anda alami dengan meninggalnya suami anda maka yakinilah bahwa didalamnya terdapat kebaikan bagi dirinya, anda dan mungkin yang lainnya selama anda ikhlas menerimanya.
Adapun jika anda masih memiliki suatu kesalahan terhadapnya yang hingga meninggalnya belum mendapatkan pemaafan darinya maka kesempatan untuk meminta maaf telah berakhir dengan meninggalnya beliau. Hal itu didasari dari apa yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari qiyamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizholiminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya”
Untuk selanjutnya yang dituntut dari anda adalah bertaubat kepada Allah swt, memohonkan ampunan baginya, mendoakannya agar beliau dimasukkan ke surga dan dihindari dari neraka-Nya, mengingat berbagai kebaikannya, menunaikan amanahnya—termasuk anak-anaknya—dan menyambungkan tali silaturahim dengan keluarga dan kerabatnya. Semoga dengan kesungguhan anda dalam melaksanakan hal-hal diatas bisa menjadi pendorong bagi suami anda untuk memafkan kesalahan-kesalahan anda terhadapnya kelak di akherat jika hal itu belum dimaafkannya ketika di dunia.
Wallahu A’lam
Ustadz Sigit Pranowo Lc